Posted by kirom2015.blogspot.com
» Friday, February 15, 2019
Ringkasnya
cerita, di abad ke-17 M ada pemuda datang ke Kampung Jati menujua pesantren
Raden Mukayat yang disebut Kampung Mah Njobo. Pemuda tersebut berasal dari
Ponorogo bernama (Raden Nawonggo/Raden Hasan) putranya Raden Hasan Besari
putranya Raden Batara Katang Ponorogo. Raden Nawonggo disuruh belajar mengaji
pada Raden Mukayat oleh Romonya sebab Raden Mukayat pernah paman dengan Raden
Nawonggo, setelah lama kelamaan belajar mengaji di Jatinawong pada Raden
Mukayat dilihat kepandaiannya, sopan santunnya dan ilmu yang diajarkan sudah
masuk akhirnya Raden Nawonggo diambil menantu oleh Raden Mukayat dinikahkan
dengan putrinya yang bernama Dewi Telasih Dewi. Raden Nawonggo setelah menikah
dengan Dewi Telasih Dewi disuruh babati alas disebelah barat kampung Jati,
setelah dibabati sampai padang alas tersebut disuruh buat tempat tinggal untuk
memperjuangkan agama islam membantu dari Kampung Jati. Raden Nawonggo setelah
mendengar ucapan mertuanya jarak beberapa hari mereka berdua melaksanakan
perintah.
Raden
Nawonggo waktu babat alas pengen minum tapi disitu tidak air dan akhirnya Raden
Nawonggo membuat sumur, sumur tersebut keluar mata air yang besar. Setelah
membuat sumur beliau membuat tempat persholatan dan tidak mau pulang dulu
sebelum semua tugasnya selesai. Sumur tersebut insyaallah dinamakan sumur tua
di Jatinawong. Setelah selesai semua tugasnya Raden Nawonggo bersama istrinya
baru pulang ke Kampung Jati. Setibanya di Kampung Jati Raden Nawonggo ditanya
oleh mertuanya “ Raden sudah selesai tugasnya ?”, dan dijawab oleh Raden
Nawonggo “sudah Romo !”, “kalau sudah cepat-cepat ke sana buat rumah untuk tempat
tinggal supaya jadi perkampungan”.
Setelah
mendengar apa yang diucapkan oleh mertuanya, Raden Nawonggo dengan istrinya
pamit pada mertuanya. Setibanya dibekas alat tersebut, Raden Nawonggo membuat
rumah dan padepokan untuk mengajar mengaji. Bekas alas itu dikelola untuk
pertanian berupa sawah dan sebagian dibuat calon perkampungan sebab airnya
besar dan makmur persawahan. Menurut riwayat, sawah-sawah yang lain tidak
begitu subur. Maka dari itu terkenal namanya Raden Nawonggo kemana-mana.
Di abad
ke-17 Raden Mukayat dan Nyai Dewi Roqayah ikut pindah ke tempat bekas alas
tersebut di barat. Tempat di kampung Jati yang disebut Mah Njobo dipasrahkan
putra dan putrid saudara sepupunya. Menurut riwayat, juga diabad ke-17
orang-orang dari mana-mana sama mendatangi Raden Nawonggo atau Raden Hasan,
orang-orang itu sama-sama seraungan jadi satu keperluan orang-orang tersebut
mau beli beras. Beras itu ditakar menggunakan batok kelapa dengan Raden Hasan,
maka dari itu Raden Hasan dijuluki oleh orang-orang banyak (Mbah Hasan
Berasan). Mungkin dari seraungan orang banyak itu bekas alas diberi nama
(Kampung Nawong) karena yang membabati Raden Nawonggo dengan istrinya. Mungkin
dan kemungkinan dahulu kampung Nawong
dijadikan satu dengan kampung Jati langsung diberi nama satu yaitu Kampung
Jatinawong.
Nama Raden
Nawonggo dikenal sampai ke Giri Gresik. Di Giri Gresik waktu itu ada kekeringan
dan orang-orang disitu kalau membuat waduk untuk air hujan kalau ada banjir
waduknya jebol akhirnya orang-orang Giri minta tolong ke Raden Nawonggo
bagaimana caranya untuk menampung air hujan supaya waduknya tidak jebol.
Permintaan orang –orang Giri disanggupi oleh Raden Nawonggo, langsung Raden
Nawonggo pergi ketempat waduk itu. Disitu Raden Nawonggo dihina oleh seseorang
apakah bias orang itu membuat waduk yang sebesar ini. Raden Nawonggo tidak
terima mendengar ucapan tersebut akhirnya beliau mengelilingi tempat yang akan
dibuat waduk sampai beribu-ribu meter lebarnya. Beliau sambil mengucap
insyaallah Yang Maha Kuasa akan mengabulkan saya dan jangan ada yang ikut-ikut.
Setelah bicara seperti itu Raden Nawonggo tetep mengelilingi tempat yang akan
dibuat waduk sambil melambai-lambaikan tangan ke bawah akhirnya seketika itu
tanah naik ke atas dan terbentuklah waduk. Waduk tersebut diberi nama (Waduk
Bundar). Waduk Bundar itu waktu jaman Belanda diperbaiki dan juga diperkuat
sebab airnya untuk pengairan tambak dan sawah.
Menurut
riwayat, Raden Mukayat bersama istrinya meninggal di kampung Jatinawong yang
disebut Makam tua sebelah timur dan juga Raden Nawonggo bersama istrinya
meninggal di kampung Jatinawong yang disebut Makam tua kedua. Yang meneruskan
perjuangan islam sampai sekarang di Jatinawong adalah keturunannya walaupun ada
yang menikah dengan kampung lain. Dari keturunan Kyai ahmad Salim dan Raden
Mukayat keturunannya ada yang kembar seperti beliaunya.
ADS HERE !!!